Thursday, May 28, 2009

Ikhlas: The Powerful Weapon

Suatu saat seorang ibu berkonsultasi kepada saya, menurutnya ASInya masih juga kurang banyak. Padahal ia sudah mengikuti kelas laktasi pada saat hamil, membaca bermacam literatur asi, melakukan segala anjuran untuk memperbanyak asi, rutin massage, berfikir positif, menghindari stress & yakin bahwa asinya pasti lancar...
Dari segi teknis pun, saya sudah yakin perlekatan & posisi menyusuinya sudah benar

Tapi pada kenyataannya? Here we are, doing the discussion...


----

Terkadang memang sulit untuk menyelesaikan kasus "ASI kurang" dalam sekali pertemuan / perbincangan. Banyak hal yang luput kami diskusikan. Padahal banyak hal yang berpengaruh terhadap kinerja 2 hormon utama pada proses produksi & penyaluran ASI (prolaktin & oksitosin). Dan kebanyakan hal2 tersebut berada di alam bawah sadar si ibu, makanya seringkali tidak terbahas dalam pertemuan / perbincangan yang sedemikian terbatas.

Setiap ibu adalah unik, begitu juga setiap anaknya. Bahkan seorang ibu kerap mengakui bahwa pengalaman mengasuh anak pertamanya jauh berbeda dengan anak kedua atau ketiganya. Jadi pastinya tidak bisa disamakan satu individu dengan individu lainnya. Lalu bagaimana menyikapi jika terjadi benturan-benturan atau hal2 yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita?

Menyerah & mencari kesalahan tentunya bukan jalan keluar. Mempelajari & mengamati menjadi kewajiban untuk memperbaiki. Prinsip ini juga berlaku bagi ibu menyusui.
Kita memang harus mencari informasi & belajar sebanyak-banyaknya. Karena informasi & pengetahuan serta lingkungan terus berkembang dan berubah. Anak kita lahir di masa sekarang, jadi kita mesti menyesuaikannya dengan pengetahuan saat ini.

Jangan bias kata 'usaha' dengan 'ambisi'

Usaha, berusaha, berupaya (dalam agama Islam dikenal sebagai ikhtiar). Pada kasus ibu diatas, berupaya untuk memberi ASI pada anaknya. Apakah usahanya sudah maksimal? Hanya ibu itu yang bisa menilainya (saya sama sekali tidak berhak untuk menilainya, karena kita tidak pernah tahu faktor2 lain yg mempengaruhinya kan?)
Apakah usahanya bisa dinilai berdasarkan hasilnya (ASInya kurang, berarti usahanya kurang)? Again, hanya ibu itu yang bisa menilainya.
Lalu apakah penting untuk ber-ambisi supaya ASInya tidak kurang?
Jawabannya menjadi 2 :
ambisi positif > penting
ambisi tak terkendali > tidak penting, justru berbahaya

Setiap orang memerlukan faktor ambisi untuk memotivasi dirinya berusaha maksimal.
Ambisi ini sifatnya sedikit liar...bila kita tidak mengendalikannya, akan membahayakan.
Dan dalam mengendalikan ambisi ini ada 1 senjata ampuh : IKHLAS

Siapapun yang menjalani perannya sebagai orangtua pasti setuju bahwa proses menjadi orangtua adalah proses pematangan diri, pendewasaan & pelatihan kesabaran tanpa batas. Rewardnya : rasa cinta yang begitu tak ternilai!
Tanyakan bagaimana perjuangan seorang ibu yang ingin hamil?
Tanyakan bagaimana perjuangan seorang ibu pada saat hamil?
Tanyakan bagaimana perjuangan sepasang ibu & ayah pada saat proses melahirkan?
Tanyakan bagaimana perjuangan sepasang ibu & ayah pada minggu2 pertama setelah kelahiran anaknya?
Tanyakan bagaimana perjuangan seorang ibu pada saat menyusui?
Tanyakan bagaimana perjuangan sepasang ibu & ayah pada saat anaknya sakit?
Tanyakan bagaimana perjuangan seorang ibu pada saat menyapih anaknya?
Woooww....ternyata itu semua sebuah proses yang saling berhubungan!
Kalau bisa diibaratkan sekolah, masing2 tahapan bagaikan sebuah ujian kenaikan kelas
Bedanya, kalau di sekolah, kalau kita tidak lulus ujian kenaikan tersebut, kita tinggal kelas & harus mengulang.
Tapi pada sekolah orangtua ini, kita terus melanjutkan tahapan selanjutnya, bukan?

Jadi untuk apa menyesali keadaaan yang sudah berlalu, bukan?

Ikhlas secara kata berarti murni, bersih.
Ikhlas secara sifat berarti menerima dengan hati lapang.
Saat kita sudah berusaha, berupaya semaksimal mungkin, jangan kuasai usaha tersebut dengan ambisi tak terkendali. Ikhlaskan!
Ikhlas tidak berarti kalah, atau menyerah, atau "ya sudahlah, bisanya cuma segitu, ikhlasin aja" : salah besar!
Ikhlas dalam artian "tidak terbeban" malah lebih masuk akal.

Mengapa ikhlas ini sangat penting (terutama dalam proses menyusui)?
Karena ikhlas begitu berperan dalam alam bawah sadar. Secara teknis, ikhlas merilekskan dan membawa aura positif terhadap alam bawah sadar kita. Sehingga kita secara tidak sadar terbawa ke alam positif > ambisi positif > hasil positif.

Semoga bisa ditangkap esensinya.

Salam ASI,
Irawati Budiningsih
Konselor Laktasi
irawati@aimi-asi.org
www.aimi-asi.org

Monday, May 25, 2009

Cobaan dunia

Seorang teman harus rela mengundurkan diri dari pekerjaannya karena harus pulang ke kota kelahirannya akibat suaminya berkhianat...

Anggapan pertama kami, teman2nya : loh? Kok segitu gampangnya menyerah? Cuma karena laki2 yg nyebelin, terus malah menghilangkan satu2nya sumber penghasilannya? Padahal anaknya udah 2? Bukannya justru dengan kasus yg menimpa dia ini menuntut dia untuk punya penghasilan? Tidak bisa tergantung suaminya lagi?

Ternyata...
Di jakarta, dia tinggal di sebelah mertuanya, yang artinya sulit menghindari kenyataan pahit ttg si suami...
Lalu, parahnya, selingkuhan suaminya itu tinggal di kota kelahiran dirinya (oke, sebut saja kota B)
Di kota B ini suaminya bekerja baru 3 bulan, kost, pulang setiap weekend
Tapi ternyata pulang setiap weekend tetaplah 5 banding 2 (maksudnya : senin s/d jumat = 5 hari, sabtu&minggu = 2 hari)
Jadi barang pasti 5 mengalahkan 2

Kami tidak tahu pasti apakah kepulangan teman kami ke kota B ini untuk menyelesaikan permasalahan (baca : melabrak si wanita murahan itu), atau hanya melarikan diri dari kenangan si suami keparatnya

Tapi kami semua berdoa semoga dirinya selalu kuat menghadapi segala cobaan ini, bisa tetap tegar demi 2 buah hatinya, dan segera mendapatkan kehidupan yang tentram dan tenang (karena kami sedikit2 mengetahui sepak terjangnya berjuang demi menghidupi keluarga suaminya di jakarta dulu)

Yang sabar ya teh...we love you!